Tuesday, December 27, 2011

Future (not future)

KETIKA FUTUR DATANG..
(What) Apa itu futur?
         Futur adalah masa depan. Eh, itu mah future, ya? Hehe. Maksud saya, futur itu ialah mengendurnya sendi-sendi hati yang menyebabkan penurunan stamina ruhiyah yang dapat membuat pelakunya jauh dari kebaikan dan anjlok produktivitas amal sholeh dan ibadahnya. Entah benar atau tidak, saya mengartikannya kurang lebih demikian.
       Bagaimana pun, kefuturan adalah wabah mematikan yang telah banyak ‘mematikan’ para aktivis dakwah. Ia bagaikan virus yang bisa masuk kepada manusia kapan dan di mana saja. Tak hanya itu, wabah ini cukup sulit dibasmi secara total lantaran kerap menular dengan cepat dari satu orang ke orang yang lain. Penyebarannya pun tidak dapat diprediksi dengan mudah. Mengingat ini penyakit tak kasat mata, maka jelas secara fisik tak akan ditemukan tanda-tanda signifikan pada tubuh penderitanya. Akan tetapi gejala perubahan sikap cukup terlihat sangat jelas, yaitu:
  1. Menyepelekan sesuatu.
  2. Malas, terkesan mengada-adakan alasan untuk menghindari amanah.
  3. Tidak ikhlas, banyak keluhan dan meratap diri paling malang di dunia ini.
  4. Su’udzon (buruk sangka) terhadap saudara-saudaranya.
  5. Produktivitas dakwah dan ibadahnya jadi kendur.
  6. Berbuat maksiat secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Sebetulnya gejala lainnya cukup banyak dan variatif, tergantung bagaimana karakteristik pengidap kefuturan ini.

(Who) Siapa yang kena futur?
            Paham futurisme ini menyebar seperti flash disk yang dicolok ke komputer penuh virus. Cepat tersebar dan tak kenal pandang bulu. Dalam rumus sotoyologi, setiap orang berpotensi atau memiliki bakat untuk futur. Mulai dari orang yang baru ngaji, hingga ustadz yang jam terbang dakwahnya udah tinggi. Semua bisa futur. Nah loh… ngeri gak tuh?
             Siapa lagi yang menjadi dalang atas semua ini kalau bukan syaitonirojim (setan yang terkutuk)? Merekalah yang begitu semangat menyebarkan kefuturan ini demi tujuan jangka panjang mereka, yakni mengajak manusia sebanyak-banyaknya sebagai kawannya di Neraka. Mereka senantiasa mempengaruhi manusia agar menjadi lemah dan kotor hatinya.

(Why) Kenapa sih orang bisa futur?
           Kenapa orang-orang bisa futur? Tentu karena manusiawi, sebagai bukti kelemahan dan kekurangan diri.Dari hasil penelitian panjang, yang mana menelaah paham futurisme ini dengan teori Interaksi Simbolik milik Herbert Blumer dan melalui pendekatan fenomenologis, saya mengerucutkan beberapa penyebab kenapa seseorang bisa futur.
1) Kecewa
  • Kecewa pada saudara-saudaranya. Ada kenangan yang membuatnya sakit hati atau tidak sependapat, sehingga itu membuatnya merasa tidak dihargai dan menjadi takut untuk kembali menunjukkan eksistensi dirinya pada jalan kebaikan sebagai wujud protesnya.
  • Kecewa terhadap golongan. Fanatisme golongan terlalu tinggi dan melihatnya terlalu sempurna, sehingga ketika golongan melakukan kesalahan sedikit saja (misal: ilfill ketemu aktivis yang aneh, kebijakkan yang gak bisa diterima, gak pernah diperhatikan, dll) hatinya menjadi hancur dan melakukan generalisasi, menganggap semua sama. Walhasil ia menjauh dari saudara-saudara seperjuangannya itu.
  • Kecewa pada dakwah. Macam-macam juga penyebabnya, misal mendapat kegagalan saat mengemban tugas dakwah, sehingga menjadi catatan buruk yang kemudian membuat langkahnya terhenti lantaran kecewa pada dirinya sendiri. Atau boleh jadi terus memberi perhatian tapi tak pernah diperhatikan, memang sungguh menyakitkan. Bagaimanapun, berbakti tapi tidak pernah dapat apresiasi, lama-lama bikin lelah hati.
  • Kecewa terhadap tarbiyah (pendidikan). Pada dasarnya murobbi(guru) hanyalah manusia biasa. Ia bisa salah dan alpa. Dan ketika kesalahan dan keburukkan itu terbaca mutarobbinya (muridnya), alhasil membuat kecewa lantaran hatinya tersakiti oleh murobbinya sendiri.
2) Jenuh
Jenuh karena kerja dakwahnya atau amalnya monoton, kaku, formal, dan itu-itu aja. Kejenuhan akan membuat pelakunya kehilangan keikhlasan dan membuat kinerjanya sia-sia semata. Ia banyak mengeluh, merasa paling berat kerjanya, merasa dikorbankan, dan membosankan. Maka dari itu improvisasi itu penting adanya.
“Pada dasarnya, seseorang yang merasa jenuh dan tidak merasa hidup adalah orang-orang yang tak menghargai apa yang ia lakukan dan apa yang melingkari hidupnya,” ujar seseorang yang bernama Oliver.

3) Tidak tahu
Ada dua kemungkinan, dia ammah atau belum kaffah dalam kepemahaman, sehingga membuatnya merasa futur itu biasa. Apalagi upaya menjaga keimanan itu minim, makin miris deh jadinya. Kalau udah kaya gitu, perlu lebih dilakukan pendekatan personal, baik segi tarbiyah maupun dakwah.

(When) Kapan futur itu hadir?
Kapan aja boleh. Yang pasti saat tidak adanya penjagaan keimanan baik internal maupun eksternal secara berkesinambungan.
Kalau boleh mengibaratkan, futur itu seperti air, sementara iman adalah bendungannya. Sebagaimana yang kita tahu, iman itu bisa naik dan turun. Kefuturan akan merembes dan tumpah ke dalam diri manakala iman sedang lemah. Intensitas futur berbanding lurus dengan intensitas keimanan. Untuk itu, perlu adanya penjagaan secara berkesinambungan dari dalam dan luar diri agar keimanan tetap kokoh dan solid.
  • Penjagaan Internal
Penjagaan ini berasal dari diri sendiri dengan motivasi yang kuat tentunya. Bahasa langitnya penjagaan internal adalah tarbiyah dzatiyah. Ada pun yang dapat dilakukan diri sendiri seperti baca al-Qur’an, dzikir, sholat tahajud, puasa sunnah, mengisi waktu dengan amal-amal sholeh, belajar, dan lain sebagainya.
  • Penjagaan Eksternal
Penjagaan ini berasal dari luar diri. Penjagaan ini lebih mengacu pada upaya diri untuk memilih lingkungan yang kondusif. Boleh juga dibilang berkumpul dengan orang-orang (yang berusaha) sholeh, ngaji, dan berjibaku dengan amal-amal dakwah jam’iyah. Bagaimanapun, lingkungan berperan aktif dalam progres keimanan seseorang. Dengan memilih lingkungan yang kondusif, insyaAllah akan ada proses saling mengingatkan, menguatkan, dan mendoakan satu sama lain untuk mengajak kepada Allah SWT.

(Where) Di mana futur itu muncul?
Di mana aja boleh. Seperti yang telah disinggung, virus futurisme ini dapat menyerang kapan dan di mana aja… Di mana aja… Di mana aja… Di mana aja… Di mana aja… Udah, capek.

(How) Bagaimana kita menanggulanginya?
Setelah merenung, menimbang, menakar, meratap, memasak, akhirnya pertanyaan itu muncul. Pertanyaan terkait solusi, bagaimana? Bagaimana solusinya? Apa yang mesti dilakukan untuk menanggulanginya?
Orang bijak mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Saya sepakat dengan hal ini. Cagaimana cara mencegahnya? Tentu dengan menjaga keimanan seperti yang telah disinggung sebelumnya. Lalu, bagaimana kalau sudah terlanjur futur? Nah, ini dia masalahnya.
  • Bagaimana jika kita yang kena futur?
Sarantazkiatun nafs (membersihkan hati)ikhlas, sabar, husnudzon, perbaharui komitmen, lakukan improvisasi, hibur diri, perkuat ukhuwah, minta nasihat, dan sebagainya.
  • Bagaimana jika orang lain kena futur?
Saran: sabar, terus doakan, lakukan pendekatan personal, husnudzon, ramah, jangan diambil pusing tapi tetap diperhatikan, tawakal, dan sebagainya.

KESIMPULAN
Istiqomah memang tidak mudah, tapi masa kita mau nyerah?

Wallahu'alam bisshawwaabb...

No comments:

Post a Comment